Selasa, 15 April 2008

SOLO’/BIRISATN BINUA MERUPAKAN SALAH SATU UPAYA UNTUK MENCIPTAKAN MASYARAKAT ADAT YANG MANDIRI

Gereja saja berupaya untuk bisa mandiri, bagaimana dengan Masyarakat Adat ?
Sepenggal kalimat diatas menjadi inspirasi sehingga beberapa orang mengambil sikap untuk melakukan sesuatu yang positif.

Berawal dari diskusi beberapa orang tokoh masyarakat adat, pemerhati adat dan pemuda adat bersama ketua Dewan Adat Kecamatan Menjalin tentang banyak hal yang menjadi keprihatinan yang sesungguhnya belum bisa dijawab oleh Dewan Adat Kecamatan dalam bentuk program yang tidak lain dikarenakan tidak mempunyai anggaran dan keterbatasan tenaga.

Keprihatinan tersebut antara lain :
1. Masyarakat adat Menjalin harus bangga karena mempunyai rumah adat yang megah dan sampai saat ini tetap berdiri kokoh, ini suatu aset yang perlu dilestarikan, maka perlu dijaga dan di rawat, tentu perlu anggaran, tapi darimana sumber anggaran tersebut akan didapatkan ?
2. Masyarakat Adat di Menjalin setiap tahun akan melaksanakan Naik Dango Kecamatan, tapi sumber dananya dari mana ?
3. Masyarakat adat selalu meminta kepada negara agar keberadaan mereka diakui, dasarnya adalah karena mereka mempunyai wilayah, kepengurusan adat yang lengkap dan ada rakyat (masyarakat adat), tapi ternyata fakta di lapangan menunjukkan masih ada di beberapa kampung yang kepengurusan adatnya belum lengkap. Lalu bagaimana upaya memfasilitasi agar lengkap ?
4. Semua pengurus adat tanpa terkecuali harus tahu tentang tugas dan fungsi mereka agar di lapangan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan, tapi apa yang harus dilakukan agar ada panduan tertulis bagi mereka ?
5. Dari jaman nenek moyang kita dulu hukum adat itu memang tidak tertulis, tapi bagaimana itu dibuat tertulis agar semua orang mengerti dan mengetahuinya dengan harapan tidak terjadi kesewenang wenangan dan hal menjalankan eksekusi hukum adat.
6. Begitu juga dengan adat istiadat yang masyarakat adat anut bagaimana itu bisa dibukukan agar semua orang mengetahuinya dalam artian generasi terkini maupun generasi yang akan datang ?
7. Tempat Keramat, Pantak dan lain sebagainya diyakini oleh masyarakat mempunyai kekuatan untuk melindungi masyarakat disekitarnya tapi bagaimana itu di pelihara dan dilestarikan serta diinventarisir ?
8. Belakangan ini seni budaya seperti Jonggan sudah tidak lagi diminati oleh kaum muda dan keberadaannyapun sudah hampir punah, akan tetapi bagaimana menghidupkannya kembali ?
9. apa yang harus dilakukan oleh masyarakat adat terhadap wilayah kelola mereka yang belum dan telah terlanjur rusak ?

itu beberapa fakta kecil yang terkuak pada diskusi kami dan seyogyanya mendapat perhatian serius oleh semua elemen masyarakat adat.
Oleh karenanya kami yang tergabung dalam forum diskusi meminta kepada Ketua Dewan Adat Kecamatan untuk sesegera mensikapi kondisi riil itu dalam bentuk mengundang para Timanggong, Singa, Mangku, Pasirah pangaraga, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda serta forum diskusi untuk melakukan pertemuan atau musyawarah.

September 2007 rencana itu terlaksana, apa yang menjadi keprihatinan tersebut kami buka dalam forum rapat dan ternyata forum juga merasakan hal yang sama, tapi mengapa keprihatinan itu selama ini tidak terjawab ? karena untuk menjawabnya dibutuhkan dana sedangkan Dewan Adat dan pengurus adat tidak ada dana. Lalu ?
Karena kepentingan itu adalah kepentingan semua masyarakat adat maka masyarakat adat yang harus menjawab dan mendanainya.
Dalam pertemuan itu diambil kesepakatan bahwa masyarakat adat harus babiris (mengumpulkan dana) sebesar Rp.1000,- /KK/Bulan ( Seribu Rupiah per KK per bulan), dan itu disebut dengan SOLO’/BIRISATN BINUA.

Siapa masyarakat adat yang dimaksud tersebut ?
ü Semua Kepala Keluarga yang tinggal diwilayah Kecamatan Menjalin.
ü Mereka yang berasal dari Menjalin akan tetapi tinggal di luar seperti di Pontianak, Landak dan lain sebagainya.
ü Penduduk yang tidak bertempat tinggal di Menjalin akan tetapi bekerja ( mencari penghasilan di wilayah Menjalin)

lalu siapa dan bagaimana proses sosialisasi kepada masyarakat dilakukan sampai pada berbagai macam teknis pengelolaan anggaran dan pertanggungjawabannya ? maka peserta rapat saat itu menghendaki harus dibentuk KELOMPOK KERJA MASYARAKAT ADAT (POKJA MA) dengan susunan kepengurusan sebagai berikut :

Dewan Penasehat
Ketua POKJA
Sekretaris
Bendahara
Koordinator Divisi
1. Divisi pemeliharaan rumah adat.
2. Divisi Adat istiadat, hukum adat dan kelembagaan adat
3. Divisi Inventarisir situs situs adat
4. Divisi even event budaya
5. Divisi Pertanian
Tim Pemantau

Setelah POKJA MA ini terbentuk maka telah beberapa kali melakukan rapat kerja terutama merancang bentuk sosialisasi dan membuat format dan kwitansi penarikan Solo’/Birisatn Binua.
Tahapan tahapan sosialisasi :
1. Tim POKJA MA Melakukan sosialisasi di wilayah ketimanggongan.
Timanggong mengundang para pengurus adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh perempuan, aparat desa dan TIM POKJA di suatu tempat. Kemudian TIM POKJA di persilahkan untuk mensosialisasikan program SOLO’/BIRISATN BINUA. Dalam waktu yang bersamaan, secara demokratis mereka menunjuk salah satu dari masyarakat mereka sebagai tenaga untuk memungut birisatn, dan kemudian TIM POKJA menerbitkan Surat Tugas untuk yang bersangkutan, disertai dengan formulir pemungutan dan kwitansi bukti pemungutan.
2. Apabila setelah sosialisasi itu ternyata ada kampung yang belum jelas maka mereka mengundang TIM POKJA untuk sosialisasi di kampung mereka.
3. Sosialisasi berlanjut terus tanpa batas dan pungutan mulai dilaksanakan bulan maret tapi berdasarkan kesepakatan waktu sosiaalisasi bahwa Birisatn Binua dihitung mulai Januari 2008.

Bagaimana proses pengumpulan dan pertanggungjawaban SOLO’/BIRISATN Binua?
Ketika pemungut dalam bulan iu telah melaksanakan pungutan, maka yang bersangkutan menyerahkannya kepada Timanggong dan Seksi usaha dana TIM POKJA menjemput/mengumpulkan uang tersebut dari para Timanggong, Singa, Mangku dan kemudian menyimpannya di lembaga keuangan terdekat.
Kemudian bila nanti masyarakat untuk kepentingan bersama merasa memerlukan uang itu maka mereka harus mengajukan usulan/proposal kepada Timanggong dan Timanggong yang menseleksinya yang mana yang prioritas kemudian Timanggong melanjutkannya kepada TIM KERJA. Atas dasar itu TIM KERJA turun ke lapangan untuk verifikasi selanjutnya mencairkan anggaran.
Perlu diketahui bahwa di Kecamatan Menjalin terdapat 7 Binua yaitu :
1. Binua Lumut Ilir.
2. Binua Manyalitn.
3. Binua Saba’u.
4. Binua Buah Muda’
5. Binua Kaca’
6. Binua Batukng.
7. Binua Oha’
Dan 40 Kampokng dengan jumlah penduduk sebanyak 4200 KK.

Karena ini urusan uang dan kepercayaan dari masyarakat maka setiap tiga bulan sekali TIM POKJA membuat dan melaporkan keuangan kepada masyarakat.

Perhitungannya :
4200 KK x Rp.1000 = Rp.4.200.000/bulan
12 bln x Rp.4.200.000 = Rp.50.400.000, (lima puluh juta empat ratus ribu rupiah) dana inilah yang akan membuat masyarakat adat mandiri !!!!!!
Catatan : Jumlah tersebut diatas belum termasuk Birisatn yang dipungut dari KK (Kepala Keluarga) yang tidak berdomisili di Menjalin.

Para pengunjung blog yang terhormat, kami TIM POKJA MA berharap partisipasi doa kawan kawan semua agar upaya yang kami lakukan sukses.

1 komentar:

PAMORRE mengatakan...

Ini merupakan usaha yang luar biasa bagusnya dalam rangka membangun kemandirian pendanaan di setiap wilayah. Saya pikir awal mulanya ini memang memerlukan proses yang cukup sulit dan kerja keras tim untuk mensosialisasikan program ini.

Saya berharap kawan yang sudah menjalankan program ini mau berbagi untuk masyarakat lainnya.

zwani.com myspace graphic comments